Syaikh Muhammad Hassan, seorang dai di Mesir, menjelaskan bahwa Allah Tabaraka wa Ta'ala
tidak akan menerima amal, ucapan, dan sikap seseorang kecuali yang
ikhlas untuk mencari keridlaan Allah yang Maha Mulia. Seorang hamba
tidak boleh menjadikan sekutu bagi Allah dalam ucapan, perkataan dan
sikapnya. Karena Allah akan mengembalikan amal tersebut kepada pelakunya
dan menjadikan seluruhnya untuk yang dijadikan sekutu bagi-Nya tadi.
Karena Allah Jalla wa 'Alaa Maha Kaya, tidak butuh kepada makhluk-Nya, alam semesta, dan seluruh sekutu.
Beliau menambahkan bahwa syirik ada dua macam. Pertama, menjadikan tandingan bersama Allah Jalla wa 'Alaa, disebut juga syirik taswiyyah.
Maksudnya pelaku syirik menyamakan antara Allah dan tandingan yang
diangkatnya tadi. Ini termasuk syirik besar sebagaimana firman Allah
Ta'ala:
وَمِنَ
النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ
كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ
"Dan di antara manusia ada
orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka
mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang
beriman sangat cinta kepada Allah." (QS. Al-Baqarah: 165)
Juga berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
ketika ditanya tentang dosa apa yang paling besar? Beliau menjawab:
"Engkau menjadikan tandingan bagi Allah padahal Allah-lah yang
menciptakanmu."
Ada beberapa amal yang dilakukan seorang
hamba, amal itu terlihat besar oleh manusia, padahal di sisi Allah amat
hina dan tidak memiliki nilai, karena pelakunya tidak mencari wajah
Allah (keridlaan-Nya) semata. Padahal seluruh amal shalih harusnya hanya
untuk-Nya semata, sebagaimana firman-Nya:
فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
"Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya." (QS. Al-Kahfi: 110)
Ada beberapa amal yang dilakukan seorang hamba, amal itu terlihat besar oleh manusia, padahal di sisi Allah amat hina dan tidak memiliki nilai, karena pelakunya tidak mencari wajah Allah (keridlaan-Nya) semata.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memperingatkan tentang bahaya syirik. Ketika beliau ditanya, walai Rasulallah apa dua hal yang pasti itu? Beliau menjawab:
مَنْ مَاتَ لاَ يُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئاً دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ مَاتَ يُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئاً دَخَلَ النَّارَ
"Siapa yang meninggal sementara dia
tidak menyekutukan Allah degan sesuatu pasti dia masuk surga. Dan siapa
yang meninggal sedangkan dia menyekutukan Allah dengan sesuatu pasti
masuk neraka."
Ini juga dikuatkan dengan firman Allah Ta'ala:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
"Sesungguhnya Allah tidak akan
mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari
(syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya." (QS. An-Nisa': 48)
Allah berfirman dalam hadits Qudsi:
أَنَا
أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ وَمَنْ عَمِلَ عَمَلاً أَشْرَكَ
فِيْهِ مَعِي غَيْرِي تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ وَأَنَا مِنْهُ بَرِيءٌ وَهُوَ
لِلَّذِيْ أَشْرَكَ
"Aku adalah sekutu yang tidak butuh pada
persekutuan. Siapa yang beramal satu amalan yang dia menyekutukan-Ku
dengan selain-Ku dalam amal itu, Aku tinggalkan amal itu dan sekutunya.
Aku berlepas diri darinya. Sedangkan amal itu untuk yang dijadikan
sekutu."
Seorang musyrik adalah orang yang menjadikan sekutu bersama Allah dalam mencipta dan ibadah.
Bentuk syirik kedua, syirik kecil, yaitu riya (pamer) sesuai dengan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,
"sesuatu yang paling ku khawatirkan atas kalian adalah syirik kecil".
Mereka bertanya, "Apa itu syirik kecil itu ya Rasulullah?". Beliau
menjawab: "riya."
Pada hari kiamat, ketika Allah
memberikan balasan amal manusia, Dia berfirman kepada pelaku riya,
pergilah ke orang-orang yang kalian harap pujiannya dulu di dunia,
apakah kalian dapatkan balasan dari mereka?
Allah juga menegaskan bahwa Dia tidak
akan menerima amal kecuali amal tersebut ikhlas dan benar. Ikhlas adalah
kita berharap pahala dari-Nya semata tanpa kita berharap pahala dari
selain-Nya. Sedangkan benar adalah amal shalih, yaitu amal yang sesuai
dengan tuntunan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Kita wajib mengikhlaskan amal kita dan memurnikannya hanya untuk mencari pahala dari Allah 'Azza wa Jalla.
(PurWD)
(PurWD)
Sumber : voa-islam.com
0 komentar:
Posting Komentar